Ilmu Akhirat atau Ilmu Dunia?
Belajar sejatinya
bukanlah tentang kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan semata, akan tetapi
lebih dari itu. Belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia untuk
dapat menjalani kehidupan di muka bumi ini sebagaimana mestinya. Karena dengan
belajar atau mempelajari sesuatu, seseorang akan mampu melakukan sesuatu dengan
baik dan memperoleh manfaat-manfaat yang dibutuhkan untuk survive dalam
hidup ini.
Nabi Muhammad SAW saat
pertamakali diangkat menjadi Rasul diwajibkan oleh Allah SWT untuk belajar
membaca tentunya dengan tuntunan wahyu.
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ
ٱلَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang menciptakan” {QS.
Al-‘Alaq: 1}
Ini menunjukkan betapa pentingnya perintah membaca ini. Mengapa? Karena
membaca itu merupakan satu pintu utama bagi seseorang untuk memulai fase proses
belajar dalam hidupnya.
Islam mengajarkan kepada
seluruh penganutnya bahwasanya Belajar itu hukumnya adalah wajib. Kemudian dalam
salah satu hadits yang diucapkan oleh Rasulullah SAW ini menunjukkan wajibnya
seorang muslim melakukan aktivitas belajar atau menuntut ilmu.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu
itu wajib atas setiap muslim” {HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh
Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224}
Apabila dikatakan wajib, maka sudah barang tentu ia
merupakan suatu keharusan yang menuntut setiap kita umat Nabi Muhammad SAW untuk berusaha
menunaikannya.
Pertanyaannya adalah, ilmu apa? Hari ini kita memang mengenal adanya
berbagai ilmu pengetahuan yang kita pelajari baik di sekolah formal maupun non
formal. Sebut saja ada Matematika, Sains, Bahasa Inggris, IPS, Agama, dan
lain-lain. Dikotomi (pembagian) macam-macam ilmu pun sangat beragam. Ada yang
membagi ilmu menjadi ilmu sains dan ilmu sosial, ada juga ilmu teoritis dan
ilmu praktis, dan ada pula yang menyebut ilmu agama dan ilmu dunia (IPTEK).
Kita akan berfokus kepada kelompok
pembagian ilmu yang terakhir disebutkan, yakni ilmu Agama – yang berorientasi
akhirat sehingga ada yang menyebut ilmu akhirat – dan ilmu dunia atau apa yang
disebut IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan teknologi). Ilmu agama – dalam hal ini
Agama Islam – diantaranya terdiri dari Ilmu Al-Quran, Hadits, Tafsir, Sejarah
Islam, dll. Sedangkan yang disebut IPTEK adalah ilmu-ilmu dan cabang-cabangnya
yang sudah kita pelajari sejak menginjak sekolah kanak-kanak, ada Matematika;
IPA; IPS; TIK; dll yang terus dipelajari dan semakin mengerucut kepada suatu
konsentrasi ilmu tergantung kepada jurusan dalam perkuliahan yang diambil
seseorang. Ada yang mengambil jurusan MIPA (Matematika dan IPA) sehingga kemudian
dia akan semakin berfokus mempelajari berbagai cabang-cabang ilmu yang
berkaitan dengannya saja. Begitu pula dengan mengambil jurusan lainnya seperti
Teknik Mesin, Kedokteran, Ekonomi, Hukum, dll. Begitu pula dibeberapa perguruan
tinggi Islam yang juga membuka berbagai macam jurusan yang berkaitan dengan ilmu
Islam seperti Jurusan Ushuluddin (Pokok Agama), Jurusan Syariah, dll.
Kesemuanya itu tadi benar-benar menunjukkan betapa beragam dan banyaknya ilmu-ilmu
yang bisa dipilih dan dipelajari oleh setiap orang.
Namun pertanyaannya sekarang adalah,
ilmu apa yang paling penting? Apakah ilmu kedokteran yang penting untuk
keperluan penyembuhan dari penyakit; ataukah ilmu Teknik yang bermanfaat untuk
membangun infrastruktur-infrastruktur fisik peradaban; atau bisa jadi ilmu
Agama Islam yang dengannya kita akan mampu memiliki Aqidah yang lurus dan
beramal shaleh dengan benar?
Pada dasarnya semua ilmu-ilmu yang
dipaparkan di atas maupun berbagai ilmu yang sudah kita pelajari sejak di
bangku sekolah sangat bermanfaat dalam kehidupan. Artinya semua ilmu-ilmu
tersebut adalah penting, baik itu ilmu akhirat maupun ilmu dunia. Keduanya
ibarat sepasang sandal, dapat berjalan berdampingan dan beriringan serta saling
membutuhkan satu sama lain. Jika hilang satu maka akan terasa kurang.
Akan tetapi dalam Islam, seorang
muslim wajib memiliki pengetahuan agama yang baik. Ini karena berdasarkan hadit
di atas, objek seruan dari hadits tersebut adalah kepada seluruh kaum Muslimin.
Jadi, seorang muslim dituntut wajib mempelajari ilmu-ilmu agama Islam sehingga
ia akan memiliki kepribadian yang Islami. Ia akan mampu memahami dan mengamalkan
berbagai kewajiban-kewajiban dalam Islam dengan baik. Karena jika ia melakukan
kesalahan, tentu akan berakibat pada dirinya atau bahkan orang lain di dunia,
dan di akhirat ia akan mendapatkan murka dan siksa dari Allah SWT. Naudzubillah.
Sederhananya seperti ini, apabila
seorang Muslim pintar dalam ilmu Matematika tetapi tidak faham tentang tata
cara bersuci yang benar. Wah, tentu akan kacau sekali. Bisa jadi dia hingga
menikah dan punya anak pun tidak sadar kalau dirinya dalam kondisi junub sehingga
berakibat seluruh Shalatnya tidak Sah! Atau misalnya si Fulanah mempelajari
ilmu Islam dengan serius dan memahami aqidah, tata cara ibadah yang sesuai
tuntunan Rasul, berhijab Syar’i, tetapi dia tidak faham dengan ilmu
Biologi atau Sejarah Nusantara. Ya tidak akan terlalu signifikan akibat yang
ditimbulkan, paling hanya ia akan mendapat nilai yang kurang bagus di
sekolahnya, yang bahkan setelah lulus pun belum tentu ilmu tersebut bisa
bermanfaat buat kehidupannya.
Tentunya masih banyak contoh-contoh
sederhana lainnya yang senada dengan ilustrasi di atas. Tentu seorang Muslim
yang memahami tujuan hidupnya yang hakiki akan mampu memahami, bahwa mengkaji
dan mempelajari ilmu akhirat ini jauh lebih penting. Walaupun bukan berarti
kita ingin mengatakan ilmu-ilmu dunia itu tidak penting. Seperti analogi saya
tadi, ibarat sepasang sandal, keduanya bisa berdampingan. Namun penting yang
dimaksud disini adalah dari sisi akibat dan manfaat yang ditimbulkan. Ilmu
agama bisa bermanfaat di dunia hingga ke akhirat (masa yang jauh dan panjang
sekali di depan sana) dan jika kita lemah dalam ilmu tersebut sangat fatal
sekali akibatnya (bisa mendapat dosa dan siksa neraka).
Akan tetapi perlu diingat, apapun
bidang ilmu yang kita sedang pelajari di bangku-bangku kuliah kita, ataupun
berbagai macam profesi yang kita geluti saat ini, sesungguhnya tidaklah
membatasi seseorang untuk dapat mempelajari agama Allah ini. Karena secara
historis banyak sekali ilmuwan-ilmuwan Muslim yang hebat yang menguasai
berbagai ilmu-ilmu sains yang juga memahami ilmu agama Islam dengan mumpuni.
Sebut saja Ibnu Firnas (887 M) sang penemu konsep awal Pesawat Terbang, ada
Ibnu Sina yang ahli dibidang Kedokteran. Bahkan baru-baru ini ada Dr. Yogi
Ahmad Erlangga yang berhasil memecahkan Rumus Helmholtz, suatu Persamaan tersulit
dalam Matematika yang belum terpecahkan selama 30 tahun. Beliau putra
Tasikmalaya, pernah menjadi Dosen di Arab Saudi (saat ini menjadi asisten
professor di Kazakhstan), berjenggot, dan rajin Shalat 5 waktu di Masjid.
Selain itu banyak lagi para ilmuwan Muslim yang juga meminati berbagai ilmu
pengetahuan akan tetapi tidak meninggalkan ilmu agama Islam yang menjadi penopang
kehidupannya.
Pada hari ini pun kondisinya tetap
sama, kita membutuhkan para dokter-dokter Muslimah yang akan membantu proses
persalinan para wanita yang harus dijaga auratnya. Kita juga sangat membutuhkan
para Arsitektur yang bisa merancang Masjid dan ikut membantu dalam pengembangan
usaha Properti Syariah. Artinya, kaum Muslim juga tidak boleh tertinggal dari
segi IPTEK. Karena sejatinya semua ilmu tersebut merupakan karunia dari Allah
SWT dan Allah berkenan agar Bumi ciptaan-Nya ini bisa dikelola dengan baik oleh
tangan-tangan kaum Muslimin yang cerdas, beriman dan bertaqwa.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ
خَلِيفَةٗۖ
Dan (ingatlah, hai Muhammad!) Ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi" (yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau
peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu Adam a.s.) {QS. Al-Baqarah: 30 dan penjelasan dari Tafsir Jalalayn}
Jadi, apakah hari ini kita masih mau
abai untuk mengkaji Islam dengan alasan disibukkan oleh urusan dunia? Yuk Ngaji
Islam!
Wa ma
tawfiqi illa billah.
Mantapp
BalasHapusSyukron akhi kunjungannya 😊
Hapus