Rabu, 06 Februari 2019

ILMU AKHIRAT ATAU ILMU DUNIA?




Ilmu Akhirat atau Ilmu Dunia?

            Belajar sejatinya bukanlah tentang kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan semata, akan tetapi lebih dari itu. Belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia untuk dapat menjalani kehidupan di muka bumi ini sebagaimana mestinya. Karena dengan belajar atau mempelajari sesuatu, seseorang akan mampu melakukan sesuatu dengan baik dan memperoleh manfaat-manfaat yang dibutuhkan untuk survive dalam hidup ini.

            Nabi Muhammad SAW saat pertamakali diangkat menjadi Rasul diwajibkan oleh Allah SWT untuk belajar membaca tentunya dengan tuntunan wahyu.
 ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan{QS. Al-‘Alaq: 1}
Ini menunjukkan betapa pentingnya perintah membaca ini. Mengapa? Karena membaca itu merupakan satu pintu utama bagi seseorang untuk memulai fase proses belajar dalam hidupnya.

            Islam mengajarkan kepada seluruh penganutnya bahwasanya Belajar itu hukumnya adalah wajib. Kemudian dalam salah satu hadits yang diucapkan oleh Rasulullah SAW ini menunjukkan wajibnya seorang muslim melakukan aktivitas belajar atau menuntut ilmu.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” {HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224}
Apabila dikatakan wajib, maka sudah barang tentu ia merupakan suatu keharusan yang menuntut setiap kita umat Nabi Muhammad SAW untuk berusaha menunaikannya.

            Pertanyaannya adalah, ilmu apa? Hari ini kita memang mengenal adanya berbagai ilmu pengetahuan yang kita pelajari baik di sekolah formal maupun non formal. Sebut saja ada Matematika, Sains, Bahasa Inggris, IPS, Agama, dan lain-lain. Dikotomi (pembagian) macam-macam ilmu pun sangat beragam. Ada yang membagi ilmu menjadi ilmu sains dan ilmu sosial, ada juga ilmu teoritis dan ilmu praktis, dan ada pula yang menyebut ilmu agama dan ilmu dunia (IPTEK).

            Kita akan berfokus kepada kelompok pembagian ilmu yang terakhir disebutkan, yakni ilmu Agama – yang berorientasi akhirat sehingga ada yang menyebut ilmu akhirat – dan ilmu dunia atau apa yang disebut IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan teknologi). Ilmu agama – dalam hal ini Agama Islam – diantaranya terdiri dari Ilmu Al-Quran, Hadits, Tafsir, Sejarah Islam, dll. Sedangkan yang disebut IPTEK adalah ilmu-ilmu dan cabang-cabangnya yang sudah kita pelajari sejak menginjak sekolah kanak-kanak, ada Matematika; IPA; IPS; TIK; dll yang terus dipelajari dan semakin mengerucut kepada suatu konsentrasi ilmu tergantung kepada jurusan dalam perkuliahan yang diambil seseorang. Ada yang mengambil jurusan MIPA (Matematika dan IPA) sehingga kemudian dia akan semakin berfokus mempelajari berbagai cabang-cabang ilmu yang berkaitan dengannya saja. Begitu pula dengan mengambil jurusan lainnya seperti Teknik Mesin, Kedokteran, Ekonomi, Hukum, dll. Begitu pula dibeberapa perguruan tinggi Islam yang juga membuka berbagai macam jurusan yang berkaitan dengan ilmu Islam seperti Jurusan Ushuluddin (Pokok Agama), Jurusan Syariah, dll. Kesemuanya itu tadi benar-benar menunjukkan betapa beragam dan banyaknya ilmu-ilmu yang bisa dipilih dan dipelajari oleh setiap orang.

            Namun pertanyaannya sekarang adalah, ilmu apa yang paling penting? Apakah ilmu kedokteran yang penting untuk keperluan penyembuhan dari penyakit; ataukah ilmu Teknik yang bermanfaat untuk membangun infrastruktur-infrastruktur fisik peradaban; atau bisa jadi ilmu Agama Islam yang dengannya kita akan mampu memiliki Aqidah yang lurus dan beramal shaleh dengan benar?

            Pada dasarnya semua ilmu-ilmu yang dipaparkan di atas maupun berbagai ilmu yang sudah kita pelajari sejak di bangku sekolah sangat bermanfaat dalam kehidupan. Artinya semua ilmu-ilmu tersebut adalah penting, baik itu ilmu akhirat maupun ilmu dunia. Keduanya ibarat sepasang sandal, dapat berjalan berdampingan dan beriringan serta saling membutuhkan satu sama lain. Jika hilang satu maka akan terasa kurang.

            Akan tetapi dalam Islam, seorang muslim wajib memiliki pengetahuan agama yang baik. Ini karena berdasarkan hadit di atas, objek seruan dari hadits tersebut adalah kepada seluruh kaum Muslimin. Jadi, seorang muslim dituntut wajib mempelajari ilmu-ilmu agama Islam sehingga ia akan memiliki kepribadian yang Islami. Ia akan mampu memahami dan mengamalkan berbagai kewajiban-kewajiban dalam Islam dengan baik. Karena jika ia melakukan kesalahan, tentu akan berakibat pada dirinya atau bahkan orang lain di dunia, dan di akhirat ia akan mendapatkan murka dan siksa dari Allah SWT. Naudzubillah.

            Sederhananya seperti ini, apabila seorang Muslim pintar dalam ilmu Matematika tetapi tidak faham tentang tata cara bersuci yang benar. Wah, tentu akan kacau sekali. Bisa jadi dia hingga menikah dan punya anak pun tidak sadar kalau dirinya dalam kondisi junub sehingga berakibat seluruh Shalatnya tidak Sah! Atau misalnya si Fulanah mempelajari ilmu Islam dengan serius dan memahami aqidah, tata cara ibadah yang sesuai tuntunan Rasul, berhijab Syar’i, tetapi dia tidak faham dengan ilmu Biologi atau Sejarah Nusantara. Ya tidak akan terlalu signifikan akibat yang ditimbulkan, paling hanya ia akan mendapat nilai yang kurang bagus di sekolahnya, yang bahkan setelah lulus pun belum tentu ilmu tersebut bisa bermanfaat buat kehidupannya.

            Tentunya masih banyak contoh-contoh sederhana lainnya yang senada dengan ilustrasi di atas. Tentu seorang Muslim yang memahami tujuan hidupnya yang hakiki akan mampu memahami, bahwa mengkaji dan mempelajari ilmu akhirat ini jauh lebih penting. Walaupun bukan berarti kita ingin mengatakan ilmu-ilmu dunia itu tidak penting. Seperti analogi saya tadi, ibarat sepasang sandal, keduanya bisa berdampingan. Namun penting yang dimaksud disini adalah dari sisi akibat dan manfaat yang ditimbulkan. Ilmu agama bisa bermanfaat di dunia hingga ke akhirat (masa yang jauh dan panjang sekali di depan sana) dan jika kita lemah dalam ilmu tersebut sangat fatal sekali akibatnya (bisa mendapat dosa dan siksa neraka).

            Akan tetapi perlu diingat, apapun bidang ilmu yang kita sedang pelajari di bangku-bangku kuliah kita, ataupun berbagai macam profesi yang kita geluti saat ini, sesungguhnya tidaklah membatasi seseorang untuk dapat mempelajari agama Allah ini. Karena secara historis banyak sekali ilmuwan-ilmuwan Muslim yang hebat yang menguasai berbagai ilmu-ilmu sains yang juga memahami ilmu agama Islam dengan mumpuni. Sebut saja Ibnu Firnas (887 M) sang penemu konsep awal Pesawat Terbang, ada Ibnu Sina yang ahli dibidang Kedokteran. Bahkan baru-baru ini ada Dr. Yogi Ahmad Erlangga yang berhasil memecahkan Rumus Helmholtz, suatu Persamaan tersulit dalam Matematika yang belum terpecahkan selama 30 tahun. Beliau putra Tasikmalaya, pernah menjadi Dosen di Arab Saudi (saat ini menjadi asisten professor di Kazakhstan), berjenggot, dan rajin Shalat 5 waktu di Masjid. Selain itu banyak lagi para ilmuwan Muslim yang juga meminati berbagai ilmu pengetahuan akan tetapi tidak meninggalkan ilmu agama Islam yang menjadi penopang kehidupannya.

            Pada hari ini pun kondisinya tetap sama, kita membutuhkan para dokter-dokter Muslimah yang akan membantu proses persalinan para wanita yang harus dijaga auratnya. Kita juga sangat membutuhkan para Arsitektur yang bisa merancang Masjid dan ikut membantu dalam pengembangan usaha Properti Syariah. Artinya, kaum Muslim juga tidak boleh tertinggal dari segi IPTEK. Karena sejatinya semua ilmu tersebut merupakan karunia dari Allah SWT dan Allah berkenan agar Bumi ciptaan-Nya ini bisa dikelola dengan baik oleh tangan-tangan kaum Muslimin yang cerdas, beriman dan bertaqwa.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ
Dan (ingatlah, hai Muhammad!) Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu Adam a.s.) {QS. Al-Baqarah: 30 dan penjelasan dari Tafsir Jalalayn}

            Jadi, apakah hari ini kita masih mau abai untuk mengkaji Islam dengan alasan disibukkan oleh urusan dunia? Yuk Ngaji Islam!

Wa ma tawfiqi illa billah.

2 komentar: