Anak Tak Bisa Masuk Sekolah Islam Terpadu? Bukan Kiamat!
Setiap orang tua pasti berharap anak mereka bisa masuk sekolah terbaik. Di zaman sekarang, sekolah terbaik itu yang terbayang sekolah Islam terpadu. Bagi sebagian orang tua, sekolah Islam terpadu ibarat ‘harga mati’. Mereka percaya mungkin 80-90 persen di sekolah seperti itu anak-anak mereka bakal mendapatkan segalanya. Ya kesalehannya, ya kedisplinannya, ya akademiknya. Saking idealnya sekolah Islam terpadu di mata sebagian orang tua, masuk sekolah negeri atau sekolah umum itu adalah ‘horor’. Berbahaya bagi anak-anak mereka.
Gimana nanti pergaulan di sekolah umum? Siswanya ikhtilat, belum lagi khawatir anak dicekoki mata pelajaran absurd macam Teori Darwin, demokrasi, pluralisme agama, dll. Pokoknya, sebagian orang tua sudah memandang sekolah umum dan sekolah negeri itu jauh dari ideal, bahkan berbahaya. Saking cemasnya, saya pernah mendengar ada aktivis dakwah yang memfatwakan haramnya masuk sekolah negeri. Weleh-weleh.
Tapi apa mau dikata, banyak orang tua tak sanggup membayar puluhan juta rupiah untuk memasukkan anak mereka ke sekolah macam itu. Belum lagi biaya bulanan, katering, biaya kegiatan, antar jemput, dan tetek bengek lainnya. Kapitalisasi pendidikan? Wallahualam. Pastinya biaya pendidikan di negeri ini memang tak pernah ada cerita makin turun, yang ada naik terus tiap tahunnya.
Kalau Anda orang tua yang punya rizki yang lapang, silakan sekolahkan anak ke sana. Insya Allah bermanfaat bagi anak-anak Anda karena berada di lingkungan yang relatif baik, guru-guru yang lebih amanah dan profesional, serta mendapat kurikulum plus yang berbasiskan keislaman.
Buat Anda yang penghasilannya pas-pasan atau bahkan tekor tiap akhir bulan, lalu bagaimana? Apa benar sekolah umum atau negeri itu segitu horornya? Sampai-sampai kepikiran kalau anak masuk sekolah negeri itu adalah kiamat sughra?
Nggak demikian. Janganlah paranoid memandang kekurangan lingkungan termasuk sekolah umum. Ingat, tujuan pertama dan utama kita memberikan pendidikan pada anak adalah agar mereka menjadi manusia soleh dan solehah. Nah, fokuslah pada tujuan ini. Siapkan berbagai rencana agar anak-anak tetap terdidik menjadi generasi Rabbani seperti itu. Kesempatan untuk itu selalu terbuka.
Karenanya tulisan ini saya tujukan untuk orang tua yang tidak punya kesempatan masuk sekoah Islam Terpadu karena pertimbangan biaya yang makin melejit. Insya Allah, anak-anak kita tetap bisa menjadi generasi pejuang Islam. Berikut tipsnya:
1. Ketika akan memasukkan anak sekolah umum atau sekolah negeri, maka pilih sekolah yang memiliki grade terbaik. Pilihlah sekolah yang memiliki grade terbaik. Ini penting agar anak mendapatkan lingkungan belajar yang relatif lebih baik dan kedisplinan lebih baik. Jangan lupa selalu kerjakan SHALAT ISTIKHARAH saat akan memilihkan sekolah untuk anak.
2. Soal pakaian yang syar’iy? Jangan khawatir, sudah banyak SD negeri yang mengizinkan siswa bercelana panjang untuk putra, dan berjilbab untuk siswi. Kalau ragu, datangilah pihak kepala sekolah dan sampaikan hal ini baik-baik sekaligus jadi ajang
kontak dakwah. Kalaupun anak perempuan kita tak boleh berjilbab/bergamis, modifikasikanlah pakaian anak putri kita agar tetap mengenakan gamis syar’iy.
3. Jangan khawatir soal suasana keislaman, sekarang sudah banyak sekolah negeri yang membiasakan ibadah di sekolah. Beberapa sekolah yang pernah saya datangi secara rutin membiasakan shalat dhuha, dan shalat dhuhur serta ashar berjamaah di sekolah. Ada juga yang merutinkan baca al-Qur’an dan asmaul husna sebelum pelajaran dimulai.
4. Soal duduk dengan lawan jenis? Datangi guru dan sampaikan baik-baik kalau Anda membiasakan anak duduk sebangku tidak dengan lawan jenis. Insya Allah, sudah banyak guru yang kooperatif dan mau memahami keinginan orang tua. So, jangan paranoid ya?
5. Pergaulannya kacau? Ikhtilat? Lho, memang di sekolah Islam Terpadu ada jaminan anak-anak kita nggak ikhtilat? Nggak main dengan lawan jenisnya? Kalau sekolahnya khusus putra atau putri itu tidak ada persoalan, tapi kalau sekolahnya masih disatukan dengan lawan jenis maka kemungkinan ikthilat ya ada terus. Bahkan siswa-siswi sekolah Islam yang pacaran ya ada juga. Tugas kita sebagai orang tua adalah mengingatkan dan mendidik anak agar memiliki perilaku yang Islami dan sehat.
6. Selalu rajin komunikasi dengan wali kelas dan sampaikan ide-ide keislaman pada beliau-beliau. Misalnya sampaikan soal ajaran Islam tentang pergaulan, tentang pendidikan anak, dsb. Insya Allah guru akan mendukung dan senang ada teman diskusi.
7. Pelajaran agamanya bagaimana? Tahsin al-Qur’an dan tahfidznya? Carilah orang tua yang sepemahaman soal pendidikan anak, buat komunitas, dan buat pengajian tahsin dan tajwid untuk anak-anak kita. Ujroh saja ustadz atau kawan yang sudah pandai membaca dan hafal al-Qur’an untuk mengajari anak-anak kita dan kawan-kawannya. Syukur-syukur ada yang mau gratisan. Jangan khawatir di dunia ini banyak orang saleh yang ikhlas, mau beramal tanpa bayaran!
Kalaupun tak ada, masukkan saja anak ke madrasah diniyyah di dekat rumah agar mendapat pelajaran agama tambahan.
Ayahbunda semua, pahamilah kalau basis pendidikan agama untuk anak itu bukan di sekolah, tapi di rumah dulu. Justru ayahbunda yang harus bekerja keras di rumah untuk menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anak. Sekolah itu hanya membantu orang tua dalam mendidik anak, terutama dalam bidang akademik.
Jangan malas mendidik anak. Saatnya bekerja keras membesarkan mereka. Apalagi kalau ayahbunda adalah pengemban dakwah. Masak, orang lain didakwahi tapi anak sendiri dititipkan pada orang, apalagi ditelantarkan?
Ayo timba ilmu Islamic Parenting. Baca buku-buku pengasuhan anak, datang ke majlis-majlis talim dan jangan malas bertanya cara mengasuh anak.
Selanjutnya kerja keraslah membuat habit atau kebiasaan Islami di rumah. Shalat berjamaah ke mesjid untuk anak lelaki, shalat dhuha, membaca al-Qur’an dan ciptakan adab-adab Islami. Termasuk kurangi nonton televisi dan menggunakan gadget.
Ingatlah pesan Nabi SAW.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Tidaklah setiap anak terlahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi (HR. Bukhari).
Perhatikan ya nash di atas, yang Nabi katakan “kedua orang tua” yang menjadikan pribadi anaknya akan seperti apa. Bukan kepala sekolahnya, gurunya apalagi eyangnya, tapi ayahbunda-lah yang bertanggung jawab dalam pengasuhan anak.
Prinsip pengasuhan anak; jangan malas, mau kerja keras, dan jangan jadikan anak sebagai raja, tapi tetap penuh kasih sayang pada mereka. Tentu mendidik anak yang masuk sekolah umum/negeri akan ada kendala dan keterbatasan. Karenanya teruslah berdoa pada Allah agar diberi kekuatan dan kesabaran, serta hidayah bagi kita dan anak-anak agar selalu menjadi hamba-hambaNya yang taat.
Oleh: Ustadz Iwan Januar
Sumber: iwanjanuar.com